INDONESIAR1.com – Proyek Cutting Suction Dredge (CSD) dan washing plant di Tanjung Gunung, Bangka Tengah, tampaknya akan menyeret sejumlah pejabat BUMN, baik yang sudah pensiun maupun yang masih aktif. Pengakuan dari staf internal PT Timah Tbk sendiri semakin mengungkap kebobrokan dalam proses pembuatan proyek ini. Persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim Irwan Munir, dengan hakim anggota M. Takdir dan Warsono serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wayan, menghadirkan terdakwa Kepala Proyek, Dr. Ichwan Azwardi, yang didampingi oleh pengacara Liston Sibarani. Sidang ini mengungkap banyak fakta tentang sia-sianya uang negara senilai Rp 29 miliar.
Saat ini, baru satu mantan direksi yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, yaitu Mantan Direktur Operasional PT Timah Tbk, Alwin Albar, yang kini ditahan di Lapas Bukit Semut. Sementara itu, mantan Direktur Utama saat itu, Mochtar Riza Pahlevi Thabrani (MRPT), masih berstatus sebagai saksi dalam kasus washing plant ini, meski dia telah diperiksa dua kali oleh Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung.
Tragisnya, selain menjadi tersangka dalam kasus washing plant, Alwin Albar juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga periode 2015-2022. Nasib MRPT sendiri masih belum jelas, apakah akan mengalami hal yang sama dengan Alwin Albar. Namun, sebagai Dirut, dengan nilai proyek yang mencapai Rp 29 miliar, kuat dugaan bahwa MRPT mengetahui banyak tentang proyek gagal ini.
Kegagalan dan kejanggalan proyek CSD dan Washing Plant ini menjadi menarik karena diungkap oleh staf PT Timah sendiri. Ricky Fernandes Simanjuntak, Kepala Perencana dan Evaluasi, menyatakan bahwa proyek tersebut tidak tuntas alias tidak sesuai dengan feasibility study (FS). Proyek tersebut seharusnya menggunakan kapal CSD, namun yang digunakan hanya kapal isap Semujur milik PT Timah Tbk, yang tidak sesuai spesifikasi FS, sehingga proyek tersebut tidak bisa beroperasi sesuai harapan.
Konyolnya, proyek yang kacau balau ini tetap dilakukan serah terima pada 4 Januari 2019. Serah terima dilakukan oleh terdakwa Ichwan Azwardi selaku Kepala Proyek kepada Kepala Unit Laut Bangka, Erwin Suheri, disaksikan oleh Ari Wibowo dan Wijaya. “Terjadi serah terima tapi belum terpenuhi. Kapalnya belum ada,” ucap Ricky Fernandes dengan tegas.
Hakim Irwan Munir kembali menanyakan apa saja yang tidak terpenuhi. “Tidak terjadi penyewaan terhadap kapal. Kapalnya tidak ada,” ucap Ricky lagi. Pengakuan serupa juga disampaikan oleh saksi lainnya seperti Deny Andriana dan Erwin Suheri, yang menyatakan bahwa proyek tersebut tidak bisa beroperasi hingga akhirnya merugi dan harus ditutup paksa.
Bagaimana dengan uang negara? Alwin Albar, tersangka dalam kasus washing plant dan IUP PT Timah, harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Menariknya, saat ditanya lebih dalam oleh ketua majelis hakim Irwan Munir terkait serah terima, Ricky Fernandes sedikit berkilah bahwa dia tidak tahu karena sedang cuti saat itu. “Saya tidak tahu, karena lagi cuti saat itu,” kilahnya.
Dengan pengakuan-pengakuan ini, semakin jelas bahwa proyek CSD dan washing plant ini penuh dengan kejanggalan dan ketidaksesuaian dengan perencanaan awal. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas dan transparansi dalam pelaksanaan proyek-proyek yang menggunakan dana negara.
Kasus ini tidak hanya menyoroti dugaan korupsi dalam tubuh PT Timah, tetapi juga membuka mata kita terhadap pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam setiap proyek pemerintah maupun BUMN. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap semua pihak yang terlibat dan memberikan keadilan atas penyalahgunaan dana negara ini.
Proyek-proyek seperti ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan BUMN lainnya untuk lebih berhati-hati dan transparan dalam melaksanakan proyek-proyek besar yang menggunakan uang rakyat. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama agar kasus-kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Dalam hal ini, publik juga berharap bahwa penegak hukum dapat bekerja dengan maksimal untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi yang setimpal kepada semua pihak yang terlibat. Hanya dengan begitu, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan BUMN dapat pulih dan terjaga dengan baik. Ke depan, semua pihak diharapkan dapat bekerja dengan integritas tinggi untuk pembangunan yang lebih baik dan berkelanjutan bagi negara ini.
Editor: IDN